Wednesday, March 28, 2018

Diam dalam Kata




Kuuntai saja rasa ini
Tapi tak ingin kusampaikan
Kendatipun selalu bayangnya hadir
Seakan terus memanggil

Tapi ia hanya beku
Diam seribu bahasa dan kata
Satu kata saja yang terkadang ada
Tak menjawab galaunya rasa

Rasa ini masih ada saja
Tak pernah paham kenapa
Aku mau buyarkan saja
Tak perlu tanya kenapa




Makna Sendiri

Dengan sendiri, aku rasakan begitu bermaknanya denganmu

Dengan sendiri aku mengingat kembali saat menantimu ditemani banyak purnama

Dengan sendiri, kurasa berhargamu

dengan sendiri, kuingat lagi tujuan itu.....Allahu rabbulizzati




Friday, March 23, 2018

Kisah di Bumi ODOP






06.30 WIB, 14 Januari 2018

Bunyi pesan masuk di aplikasi Whatsapp di gawai Merk Oppo A37
"Selamat pagi calon penulis Indonesia, kami dari panitia ODOP Batch 5, mau memberikan kesempatan kedua bagi teman-teman yang sudah daftar kemarin namun belum sempat menulis dan menyetor ke PJ".
"Karena syarat mutlak masuk ODOP ini adalah dengan menulis salah satunya, jadi, kalau kamu memang mau banget jadi penulis dan mau bergabung dengan kami, harus siap menulis bebas tentang apa saja minimal 100 kata, deadline hari ini 14 Januari 2018 pukul 15.00 WIB"

ternyata salah satu pengurus ODOP yang alhamdulillah memberikan kesempatan lagi pada pendaftar yang belum menyetorkan tulisan, sebagai syarat pendaftaran masuk grup ODOP. Aku yang pada saaat itu tak yakin jika pendaftaran sebagai member ODOP berhasil atau tidak, sungguh ragu-ragu. Maka tak kukerjakan tugas setoran itu.

Alhamdulillah, ternyata para Pije ODOP memberikan kesempatan lanjutannya, tak disia-siakan kesempatan itu, langsung saja kutulis puisi tentang putriku, Segera saja pada pukul 11.51 aku kirimkan ke salah satu Pije ODOP yang sekarang baru diketahui bernama Mas Tian.Tapi kebanyakan orang pada awalnya men-save dengan nama "Mas ODOP", pun aku begitu.

Tak lama dimasukkanlah aku dalam grup Whatsapp "ODOP Batch 5". Riuh gawai dimulai, karena sesi pertama adalah perkenalan, beranggotakan ratusan orang di grup tersebut yang berasal dari penjuru Indonesia.

Ada tiga grup WA dibuat kemudian. Satu grup besar untuk kuliah umum kepenulisan, kuliah diselenggarakan dimalam hari skitar jam 20.00. Pemateri keren-keren hadir di sesi ini berbagi ilmu tentang kepenulisan, dilengkapi oleh tanya jawab dipandu moderator yang oke.

Grup kedua adalah Sharelink, tempat kita berbagi link blog tulisan kita, merupakan tugas harian wajib. Sesuai judul grupnya One Day One Post. Sharelink juga memudahkan anggota ODOP lain membaca tulisan kita.

Grup ketiga grup kecil, grup untuk bedah tulisan. Hanya beranggotakan beberapa belas orang saja. Di grup inilah setiap kita wajib memberikan link tulisan yang akan dibedah. Bedah mulai dari cara penulisan yang baik sesuai PUEBI sampai dengan ide cerita. Tiap anggota akan dimintakan saran dan kritik terhadap tulisan yang sedang di bedah. Qadarullah aku masuk dalam grup kecil yang bernama Bumi.

Didalamnya juga ada beberapa mentor yang selalu membimbing dan memberi support. Ada Mba Wiwid, Mas Wakhid, Mba Lia, Mba Nisya, Mas ODOP Tian dan Mas Kepak Sayap Sang Garuda.

Bersama digrup itu selama kurang lebih dua bulan, luar biasa berkesannya. Dalam hal menyelesaikan tugas tulisan perhari, baru bisa dimulai sekitar pukul 22.00 dengan netbook, punya bocil yang kadang minta ditemani tidur, mengakibatkan ikut ketiduran, dan terkaget karena ingat belum menyelesaikan tugas tulisan harian. Yang menggembirakan jika si bocil justru mengingatkan agar aku ODOP dulu. Ia tak apa tidur sendiri. Alhamdulillah..., ternyata ada pengaruhnya juga ke kemandirian anak, dan ia juga jadi punya cita-cita membuat blog lalu menulis.

Terkadang hutang tulisan juga pernah kulakukan. Menyelesaikan sampai terpejam mata didepan netbook juga menambah daftar macam "dosa" yang pernah dilakukan, belum lagi huruf yang kadang typo diketik, alur cerita yang ala-ala ngga enak dibaca atau ngga sinkron antara picture atau judul yang digunakan dengan isi tulisan, menjadi silent reader saja dan kadang tak aktif dalam diskusi grup. Mohon dimaafkan...

Dibalik itu semua, para mentor luar biasa tetap mendampingi, mensupport, menghidupkan grup, memberikan banyak ilmu, memberi saran dan masukan serta mengapresiasi. Itu yang istimewa, karena sebagai pendatang baru, tak percaya diri juga jika tulisan dibaca orang lain, tapi para mentor tetap mengapresiasi dan menghargai karya tulisan yang dihasilkan. Melalui komentar yang ditinggalkan di sebuah tulisan, bagiku itu ibarat pumping the spirit. Menambah semangat menulis, karena merasa bersyukur ada yang mau membaca hasil tulisanku.

Kini setelah hampir dua bulan kebersamaan dalam grup kecil yang bernama Bumi, kami dikembalikan dalam grup besar ODOP batch 5. Grup Bumi sudah dibubarkan, tapi kisah cerita kami hidup di Bumi akan tetap hidup dalam ingatan dan kenangan.

Kelak suatu saat kami merindukan masa di Bumi itu. Merindu para mentor dan anggotanya juga aktivitas didalamnya...semua indah...
Nanti,  hanya satu cara sampaikan rindu...dengan do'a...
Semoga tiap huruf dan kata yang dituangkan kita semua kedalam tulisan bermakna kebaikan dan membawa kepada kebaikan yang lain...aamiin...

Terima kasih kepada founder Bang Syaikha, Mentor dan Member ODOP
                                    ODOP it's not only community but also a Family !!



#OneDayOnePost#Batch5#Farewell#SemogaLulus







Wednesday, March 21, 2018

Kuatkanku

jika kau tak kuat maka bertahanlah
jika kau cukup kuat maka bertahanlah
jika kau sangat kuat maka bertahanlah
Saat ini hanya itu yang ada
ingat kembali tujuan akhir

Kini belum ada jalan yang bisa dilalui
tapi bukan brati hilang begitu saja
Pasti ada jalan-Nya
Terbaik menurut-Nya

Waktu dan jarak yang ditempuh
Sebanyak kalam-Nya diucap seharusnya
Hati...jangan lebur...
karenanya aku bertahan



Tuesday, March 20, 2018

Empat Tips Jitu Bisnis Apotek, sebuah Materi Seminar dari Fahrur Rozi, Apt






Minggu, 11 Maret 2018 dilaksanakan Seminar dan Workshop "Be Enterpreneur Pharmacist, Why Not?", acara ini diadakan oleh Ikatan Apoteker Indonesia Pengurus Cabang Kota Tangerang Selatan. Acara diadakan di Gedung Titan yang terletak di kawasan Bintaro. Berlangsung mulai sekitar pukul 09.00 WIB sampai dengan 17.00. Hadir tiga pembicara pengusaha yang berlatar belakang Apoteker dan satu panelis dari Dinas UMKM Kota Tangerang Selatan. Acara ini dibuka oleh sambutan dari ketua panitia  Ibu Apoteker Helen Arianna dan Ketua Ikatan Apoteker Indonesia Pengurus Cabang Kota Tangerang Selatan Bapak Apoteker Dany Kurniawan. 

Pemateri Pertama merupakan seorang Apoteker yang juga pengusaha, pemilik 12 Apotek Arroz Farma Group Lampung. Ia memberikan gelar dirinya Apt. Fahrur Rozi, Prof. Ph. Apt. Kata "Prof" bukan dalam makna arti sesungguhnya seorang Profesor tetapi dalam hal ini adalah Profesi, Sehingga dibacalah namanya Apoteker Fahrur Rozi, Profesi Pengusaha Apotek. Dari sini saja bisa terlihat bagaimana Pak Fahrur merupakan ia seseorang yang out of box. Dari pemaparannya kita mengetahui Empat Tips Jitu Bisnis Apotek. Tips pertama buka apotek dengan modal kecil, harga murah dan produk lengkap. Ia pun menyampaikan dari mana modal apotek didapatkan, yaitu dari Uang sendiri atau tabungan dan sumber lainnya yang dapat berasal dari BI atau IMF. BI bisa menjadi pemberi dana yang bisa memungkinkan dalam hal fleksibilitas waktu dan besarnya pembayaran cicilan. BI dalam hal ini bukan merupakan Bank Indonesia tetapi Bapak dan Ibu. Lagi-lagi ini merupakan plesetan yang narsum buat. 

Tips Kedua Penjualan Tanpa Resep Dokter tetapi tetap untung,maka dijual obat yang diperbolehkan diberikan tanpa resep dokter. Obat swamedikasi, kosmetik atau health care. Hal yang penting lagi adalah memilih lokasi apotek. Lokasi strategis antara lain dekat dengan Rumah Sakit atau Puskesmas, dekat Praktik Dokter, dekat Perumahan atau dekat Pasar atau Mall. Beberapa apoteknya didirikan diwilayah dekat pasar. 

Tips lanjutan ketiganya Bisa  membuka cabang apotek tiap tahun dengan kuncinya fokus dan niat kuat agar mampu membuka apotek baru. Tips keempat mengeksiskan apotek di Era BPJS ini, misalnya bergabung menjadi apotek jejaring. Slide ditutup dengan kalimat " Berani Memulai, Jangan Takut Gagal" dan "Kegagalan Sesungguhnya adalah Ketidakberanian Untuk Mencoba". 


#OneDayOnePost#Batch5

Monday, March 19, 2018

Tak Ada Judul



Biarlah kupendam rindu dalam sekam
agar tak membara dalam hati
biar wujudnya hilang dalam nyata
hilang pula dalam angan

Tak ada kalimat pujangga untuknya
yang remuk redam aku dibuatnya
hanya memori yang ada
tergores sebagai luka

Yakinku, tak akan pernah ada hari
ia menyadari ada sekeping hati
yang pilu merindu
karena angkuhnya...


#OneDayOnePost#Batch5


Sunday, March 18, 2018

Drama Perburuan Tiket Mudik


Lebaran serasa sudah dekat, pasca perburuan tiket di Minggu dini hari. Tepat jam 00 kami persiapkan semua jaringan, telfon rumah, netbook dan gawai. Semua disiapkan agar akses pencarian informasi mengenai tiket mudik lengkap. Ini tak hanya perihal pencarian tiket sementara tapi juga ini seperti sedang mengikuti lomba atau kompetisi. Siapa cepat dia dapat..., Merupakan rahasia umum, untuk mengejar tiket kereta saat lebaran memang kita harus start dari mulai satu detik sejak penjualan tiket dimulai, tepatnya 90 hari sebelum perjalanan dilakukan. Pikirku para pencari tiket seantero Indonesia melakukan hal yang sama dengan kami.

Tanggal 16 Juni diprediksi menjadi liburan kedua. Kami memilih tanggal itu untuk mudik ke Jawa bagian Timur. Maka mulai tanggal 18 Maret penjualan tiket sudah dilakukan.

Koneksi internet sudah tersedia, gawai saat itu berfungsi sebagai hotspot dan juga pembuka website. Website dapat diakses di www.kai.id. Delapan belas Maret 00 WIB website sudah dibuka, lanjut kami klik Stasiun asal, stasiun tujuan, tanggal keberangkatan, pasien dewasa atau anak-anak dan jumlah penumpang.

Semua isian sudah kami isi, malam itu paham kami maksimal pembelian tiket berjumlah empat orang. Pilihannya kedua orangtua, aku dan satu putriku berumur 7 tahun tiketnya dipesan melalui website yang dibuka di netbook. Diputuskan...tinggal satu anggota keluarga ini, suamiku. Ia diputuskan memesan tiket melalui website yang dibuka melalui gawai.

Tepat pukul 00 lewat 2 menit, dari empat kereta, tiganya sudah habis. Tinggalah satu kereta. Tanpa pikir panjang kami pilih kereta tersebut. Kecepatan mengetik, kecepatan jaringan internet dan kecepatan mengambil keputusan sangat sangat dibutuhkan pada saat itu. Karena itu semua bisa menjadi pencetak sejarah, agenda mudik kita bakal benar terlaksana atau tidak.

Empat tiket sudah dipesan melalui netbook dan satu tiket dipesan melalui gawai. Hingga sampailah pada satu masa, kami masih ingin merubah-rubah posisi duduk kami yang empat, karena ternyata kami terpisah dalam dua gerbong, kendatipun gerbongnya tak jauh, 4 dan 5. Komposisinya dua orang digerbong 4 dan dua orang digerbong 5.

Entah kenapa mungkin karena agar bisa duduk dalam satu gerbong,  tengah malam itu kami masih sempat mendiskusikan tentang posisi kursi dalam kereta, bahkan orangtua sempat menggambarkan denah kursi walau sebenarnya gambar sudah ada dalam website. Diskusi itu panjang dan tambah panjang, sedangkan waktu dan kesempatan kami terus berkurang. Hanya satu jam waktu yang diberikan dari mulai pesanan kita berhasil hingga pembayaran, sedangkan untuk.pilihan pembayaran apakah melakukan pembayaran via transfer, melalui toko retail seperti indo atau alfamart, melalui e-banking dll itu hanya diberikan beberapa menit saja.

Diskusi malah masih terus berlangsung, aku yang saat itu memesan tiket melalui gawai malah menyimak diskusi yang jika tak di cut akan terus berlanjut. Aku tak melihat bahwa sisa waktu sangat sedikit, sedangkan aku belum mengklik pilihan pembayaran. Sampai pada akhirnya pemesanan tiket suamiku gagal!

Segera aku ingatkan agar pemesanan tiket melalui netbook memilih jenis pembayaran yang diinginkan. Jelas aku membaca dilayar netbook bahwa sisa waktu satu menit lagi untuk memilih jenis pembayaran. Jika lewat maka pemesanan akan gagal !, agenda bisa runyam.

Ternyata diskusi berlanjut panjang karena ternyata, perpindahan kursipun berlangsung cepat. Yang semula kosong ketika kita klik langsung terbaca, kursi sudah dipesan orang. Pada akhirnya kami harus terima nasib, tetap terpisah dalam dua gerbong dengan komposisi 3 dan 1, itu dalam hitungan detik. Satu kursi di gerbong 4 tak berhasil dipindahkan.

Ingat kembali pemesanan satu tiket suamiku gagal karena terlalu lama memilih pilihan pembayaran. Kami coba buka kembali websitenya, dan...kereta yang sama sudah tiada lagi tiketnya, habis ludes !, ini berati ia tak bisa bersama dalam satu kereta. Drama dimulai, ada rasa sedih kesal karena merasa menyesal terlalu lama mengklik pilihan pembayaran saat itu dan senang karena empat tiket sudah berhasil dipesan.

Tak mau baper, segera kami cari lagi tiket pada tanggal itu, sisa kereta lain yang berangkatnya selisih dua jam lebih lama dari kereta pertama. Harga tiket lebih mahal dari pemesanan pertama, segeralah kami pesan. Isian biodata sudah selesai, berhasil pesan satu tiket, alhamdulillah...mungkin ini sudah jalan-Nya harus berangkat terpisah. Tapi aku masih penasaran benarkah tiket kereta pertama sudah habis?. Kami masih mengupayakan bertanya melalui telfon ke kai, dan jawaban sama bahwa tiket sudah habis. Niat selanjutnya bertanya lagj pada petugas di toko retail.

Lanjutnya adalah tahapan pembayaran pemesanan tiket melalui toko retail, kurang lebih jam 00 lewat 40 menitan kami mengendarai motor menuju toko retail terdekat. Pembayaran empat tiket segera dilakukan, mengingat deadline pembayaran sampai 01.13 WIB. Jika sampai terlewat gagal sudah agenda mudik.  Setelah selesai empat tiket, kami tak langsung membayar pemesanan satu tiket suamiku. Penasaran, aku coba tanyakan pada penjaga toko retail tiket kereta pada tanggal 16 Juni berangkat dan tujuan yang sama. Tak dinyana ternyata masih ada 35 kursi !!, bagaimana bisa??

Segera saja kami pesan satu tiket itu, kali ini tanpa memikirkan posisi kursi dan gerbong. Sudah cukup...yang terpenting bisa terangkut dalam kereta yang sama. Ternyata rizkinya dapat di gerbong 1.

Alhamdulillah...bisa berangkat mudik di hari lebaran kedua.

Tapi entah bagaimana pulang kembali ke Jakarta, masih dapat tiketkah kami ?!?

OneDayOnePost#Batch5

Saturday, March 17, 2018

Diary Aira 10 (Anggota Baru Keluarga)

Kontrakan Puri Hijau

Awal kumenempuh hidup baru bermula dari tempat ini, tempat ini dipilih karena dekat dengan tempat kerja kami berdua. Kami memutuskan untuk hidup pisah dari orang tua agar kami bisa belajar berumahtangga. Benar disampaikan "Menikahlah maka kau akan kaya" . Ya.... minimal beberapa perabotan yang tadinya kita tak punya menjadi punya. Sebut saja lemari pakaian, kompor dan beberapa peralatan dapur lainnya. Jikalaupun dulu punya itu adalah milik Bapak dan Ibu.

Tiap sore menjelang magrib matahari terbenam, aku memiliki tugas baru menyimak hafalan Qur'an Mas Wildan. Aku menyimaknya dengan Al Qur'an ditanganku. Hidangan teh menemani kami sampai magrib tiba.

Agenda masak menjadi agenda yang membuatku nervous !, seperti akan menghadapi sidang ujian skripsi. Malah Mas Wildan yang lebih terampil memasak, mengingat ia pernah tinggal dipesantren beberapa tahun sehingga terlatih sudah teknik memasaknya.

Enam bulan berselang, dokter menyatakan aku hamil, terlihat sudah dari alat USG
"Selamat Bu Aira dan Pak Wildan, bapak dan ibu akan menjadi orangtua". Hari demi hari kami jalani. Upayakan agar tiap hari ia mendengar bacaan surat-Nya. Jika sore datang, Mas Wildan pulang ia seakan bicara dengan janin dalam perutku, lalu ia membaca ayat-ayat-Nya. Si Bayi bergerak-gerak didalam perut seakan merespon bacaan Mas Wildan. Soleh Solehah Nak....ia diperkirakan lahir dipertengahan bulan ramadhan.

Ramadhan tiba, hari perkiraan lahiran semakin dekat. Beberapa perlengkapan sudah disiapkan. Malam menjelang jam 21.00 sakit sudah mulai aku rasakan diperut sampai menyebar ke pinggang belakang. Sakit...sakit sekali...Malam itu juga kami pergi ke Bidan terdekat, setelah menunggu hampir lima jam pembukaan sempurna, bayi itu dilahirkan...seorang putra yang kemudian kami namakan Fiqrul Ilmi. Doa kami ia menjadi anak yang soleh dan menjadi penyejuk mata kami...aamiin...


                                                                    The End

OneDayOnePost#Batch5#TantanganCerbung10


Diary Aira 9 ( Sah Sudah ! )

Hari ini menjadi salah satu hari bersejarahku. Pagi gelap aku sudah bersiap, perias pengantin sudah tiba, aku sudah siapkan diri amunisi jika sang perias mau "merubahku". Bentuk alis terutama, ambil cerita dari kisah temanku, sang perias biasanya akan menawar membabat habis alis kita agar ia dengan bebas berkarya diatas wajah kita. Alhamdulillah sang perias mau mengerti dan mengabulkan permintaanku. Sederhana saja riasannya itu pintaku. Baju Pengantin nuansa putih untuk ijab sudah aku kenakan.





                                                     picture from www.rebanas.com



Matahari munculkan sinarnya, seperti memberi tanda padaku bahwa acara  ucap janji itu semakin dekat. Mitsaqon ghaliza yang bahkan dengannya Arasy mampu bergetar. Malam terakhir Mas Wildan menghubungiku melalui pesan di gawai 
" Bismillah semoga besok Allah lancarkan niat baik kita, Aira"
'Aamiin..." jawabku singkat 

Semua sudah siap, yang menjadi MC seorang temanku memberi aba-aba bahwa acara dimulai. Diawali dengan pembacaan ayat-Nya tentang pernikahan, Al Qur'an Surat Ar Rum. Beberapa rangkaian telah dilaksanakan, saatnya akad itu diucapkan. Mas Wildan mengenakan jas dan peci berwarna putih untuk acara akad ini duduk sudah diruang tamu berhadapan sudah dengan Bapak. Aku melihatnya sekilas dari kamar. 

Pembawa acara memberikan tanda agar Mas Wildan mulai membacakan maharnya. mahar yang aku minta yaitu Surat Al Insan. Surat Al Insan yang berarti Manusia adalah surat ke-76 dalam Al Qur'an. Surah ini terdiri dari 31 ayat. Dalam surat ini berkisah tentang Eksistensi Allah dalam penciptaan manusia, Penciptaan manusia atas kehendak-Nya dan DIA tidak menciptakan manusia secara sia-sia, melainkan untuk mengujinya. Kepadanya DIA berikan manusia berupa penglihatan dan pendengaran, agar bisa taat pada-Nya, dilengkapi maknanya akan ganjaran bagiorang-orang yang syukur pada-Nya dan yang kufur pada-Nya. Aku sambil menyimak bacaannya dikamar, campur baur rasaku khawatir ada ayat yang terlupa. Alhamdulillah surat itu dibacakan secara lancar oleh-Nya dan dilanjutkan pembacaan ijab kabul. 

"Alhamdulillah, Sah !!" ucap penghulu diruang tamu. Aku dan semua yang hadir mengucapkan hamdalah. Resmi sudah detik ini aku mulai menjadi istri dari Mas Wildan. 

Pada hari itu banyak sekali tamu yang hadir untuk memberi do'a  dan restu, tak lupa Mba Mirna yang senang sekali melihatku, ia yang mengetahui kisahku dan Mas Wildan sejak awal.

--------------------------------to be continue------------------------------------

OneDayOnePost#Batch5#TantanganCerbung 9

Diary Aira 8 (Ku Pinang Kau Dengan Bismillah)






picture from www. simfonikehidupan.wordpress.com

Siang menjelang sore, akhirnya aku berhasil bicara dengan Mas Wildan, aku mencoba menenangkan diri setelah terkaget karena ada sosok perempuan yang menjawab telfonku saat aku menghubungi Mas Wildan. Pikiranku sudah campur aduk saat itu, saat genting seperti itu berkecamuk suudzon. Aku berfikir ia tak akan datang siang itu ditambah saat aku mendengar suara yang menjawab telfonku aku fikir ia adalah laki-laki yang sudah beristri!

"Maaf Aira, aku dan rombongan tersasar jauh, mobil kami keluar tol yang salah sehingga menjauhi arah rumahmu...kira-kira 20 menit lagi kami sampai...mohon ditunggu!", Mas Wildan menjawab dengan panik

"Astagfirullah Mas...kenapa ngga ngabari dari tadi?"
"Handphoneku lowbatt dan sejak tadi mengarahkan jalan pada supir mobil ini, ini gunakan handphone adikku Isna, mohon ditunggu Aira, sampaikan maafku pada Bapak dan Ibu" tutupnya.

"Baik Mas, aku menunggu..."

Hampir menjelang ashar rombongan akhirnya datang. Lega rasaku serta Bapak dan Ibu. Acara perkenalan keluarga dibuka dengan sedikit formal oleh adik Ibu, Om Sapta. Dikenalkan awal dari keluargaku dan dilanjut dengan keluarga Mas Wildan. Juru bicara dari pihak keluarga Mas Wildan diwakili oleh Pamannya, ia juga menyatakan bahwa datangnya keluarga besar untuk mengkhitbahku.

Disampaikan oleh Om Sapta bahwa keputusan ada padaku. Semua hadirin memandangiku, akankah aku menerima lamaran dari Mas Wildan. Aku mengangguk tanda setuju.  Terlihat Bapak dan Ibu serta yang hadir merasa lega.

"Alhamdulillah...berati tahap selanjutnya tinggal kita pastikan kapan akad akan dilaksanakan" tambah Om Sapta sebagai pemandu acara saat itu. Diputuskan dua bulan mendatang akad itu dilaksanakan


to be continue

#OneDayOnePost#Batch5#TantanganCerbung7

Diary Aira 7 (Diakah untukku?)




picture from www.gambar-muslimah.blogspot.com

Dua hari berlalu sejak malam itu, tanpa putus tiap malam aku menemui-Nya meminta bantu jawab-Nya. Ya Rabb jika ia baik untukku maka teguhkanlah hatiku...itu terua yang aku ucap dalam doaku.

Sabtu malam, tiga hari berlalu. Aku akan memberikan kabar pada Mba Mirna bahwa aku melanjutkan proses ini. Aku ambil gawaiku diatas laci. Kuawali dengan salam dan menyampaikan
"Assalamualaikum...Mba bismillah aku melanjutkan proses ini..."
tak lama berselang Mba Mirna langsung menjawab pesanku
"Waalaikumsalam...Alhamdulillah...,Wildanpun sudah info ke Mba kemarin malam bahwa iapun akan melanjutkan proses ini"

aku membacanya dan serasa tak bisa kuungkap dengan kata-kata. Proses awal sudah aku lalui. Moga IA lancarkan prosesnya jika memang Mas Wildan terbaik untukku.

Gawaiku kembali berbunyi, lanjutan pesan Mba Mirna
"Aira, nanti tunggu info jadwal dari Wildan kapan ia akan datang menemui orangtuamu"
" baik Mba, terima kasih atas semuanya, moga Allah lancarkan proses ini..."

Aku sampaikan pada Bapak dan Ibu bahwa aku dan Mas Wildan melanjutkan proses ini. Mas Wildan akan menemui Bapak dan Ibu. Tiga hari kemudian Mas Wildan datang menemui Bapak dan Ibu untuk meminta izin. Bapak dan Ibu sangat welcome dengan kehadiran Mas Wildan yang saat itu datang bersama teman mengajarnya di sekolah.  Pembicaraan masih seputar perkenalan profil diri Mas Wildan pada Bapak dan Ibu. Juga sekalian menyatakan niat baiknya pada putri Bapak.

Tahap lanjutnya adalah pertemuan dua keluarga besar untuk agenda khitbah. Ditentukan waktunya lebih lanjut. Pertengahan bulan depan tepatnya.

Sabtu pagi hari, agenda khitbah sekiranya akan dilaksanakan pada tengah hari setelah waktu zuhur. Keluarga, saudara dan tetangga dekat sudah berdatangan kerumah. Jam terus saja berjalan, rombingan Mas Wildan tak kunjung juga datang. Makanan yang dihidangkan untuk tamu sudah mulai dingin, Bapak ibu dan yang hadir sudah mulai gusar dan bertanya-tanya. Bagaimana tidak jam sudah menunjukkan jam 14.00. Ini sudah terlewat hampir dua jam.

Aku ambil gawaiku untuk mwnghubungi Mas Wildan, tak ada nada apapun, gawainya mati tak bisa dihubungi

Ya..Rabb...skenario apakah ini?, aku juga mulai gusar, kuhubungi Mba Mirna untuk menanyakan adakah nomor telfon Mas Wildan yang lain. Alhamdulillah Mba Mirna bisa dihubungi, ia memberiku nomor telfon lain Mas Wildan. Tanpa pikir panjang aku segera menghubungi nomor itu. Terdengar suara perempuan yang menjawab telfonku !

Ya...Rabb...apalagi ini...?!?!

-------to be continue------

OneDayOnePost#Batch5#TantanganCerbung7

Friday, March 16, 2018

Diary Aira 6 (Ketika Cinta Bertasbih)




                                                          

picture from  http://inelettysia94.blogspot.co.id


Perumahan Graha Utama, 19.37 WIB
Mba Mirna menyambutku didepan rumah
nya, ia tau aku mengendarai motor.
Ia menunggu didepan rumah untuk memastikan aku datang dengan selamat sampai 
rumahnya. Senyumnya mengembang
 entah karena mengimbangi senyumku atau karena rasa senang beliau akan agenda pertemuan hari ini, entahlah...yang penting aku sudah sampai 
rumahnya dengan selamat tak kurang suatu apapun. Ia mempersilahkan aku memarkir 
kendaraan diparkiran rumahnya

"Aira, Wildan sudah dijalan menuju kesini" Mba Mirna menginfokan
"Ooiya Mba" aku membulatkan mulutku membentuk huruf O, tanggapanku singkat, karena rasanya lidahku kelu, nervous!

Aku berbincang-bincang ringan dengan Mba Mirna, sepertinya ia merasakan perasaan 
nervousku, maka ia mengajakku mengobrol menceritakan kembali kisah seru dan lucu
kami saat agenda rihlah ke Bandung dua bulan lalu. Ini bukan kali pertama Mba Mirna 
mempertemukan kedua pihak yang mau berkenalan. Mungkin sudah beberapa kavling 
disurga yang sudah didapatkan karena berhasil menjodohkan sekitar 3 sampai 4 pasangan.Jadi ia sudah hafal bagaimana mengkondisikan suasana. Suasana menjadi cair, aku merasarileks saat itu, sampai saat bunyi motor didepan rumah Mba Mirna, deg!

"Assalamualaikum..." seseorang didepan rumah memberi salam, aku membenarkan posisi dudukku
Itu pasti dia" ucapku dalam hati, aku bicara saja sendiri dalam hati, sampai lupa 
menjawab salam, lamunanku buyar sampai aku mendengar suara Mba Mirna menjawab 
salam.
"Wa'alaikumsalam...silahkan masuk "

Scene itu menjadi penting dalam kisah ini, jadi di slow motion ceritanya...berjalan masuk dengan perlahan, seseorang dengan baju koko putih, semakin dekat...dan dekat sekali 
menuju pintu rumah. Ia tunjukkan wajahnya, aku lekat memandangnya...

"Bu Mirna, ini saya antar kartu iuran warga bulan ini Bu, saya antar sekalian jalan 
pulang dari Masjid..."
"Terima kasih Pak Musa" jawab Mba Mirna, ternyata Pak Musa sekretaris RT lingkungan rumah Mba Mirna.

Hadeeeh...aku terperangah...aku kira Mas Wildan

Sepulangnya Pak Musa aku melanjutkan pembicaraan dengan Mba Mirna, sampai 
akhirnya kembali suara motor berhenti. Tak lama ada dua orang laki-laki sudah berdiri 
didepan pintu rumah Mba Mirna, terdengar tawa keduanya sebelum mereka mengucapkan salam
"Assalamualaikum" ucap salah satu dari kedua orang itu
"Waalaikumsalam..." jawabku dan Mba Mirna berbarengan

Keduanya akan masuk kedalam rumah Mba Mirna, terlihat satu menggunakan kemeja 
coklat tua dan satunya menggunakan kaos biru.

Waktu menunjukkan pukul 19.50 WIB, angin malam sesekali berasa masuk ke dalam rumah, kadang dingin berdesir dikulit tangan dan muka. Cahaya bulan terlihat memendar di
atas air kolam kecil di dekat pintu masuk. krik...krik...hanya terdengar bunyi jangkrik 
malam itu. Tapi sempat terhenti mungkin empati padaku agar membuat suasana lebih 
hening syahdu...

Laki-laki berkemeja coklat tua masuk lebih dulu, kaki kanannya melangkah pertama, 
semua menjadi gerakan perlahan slow motion lagi...dan aku mendengar sayup-sayup 

Bertuturlah cinta mengucap satu nama
Seindah goresan sabda-Mu dalam kitabku
Cinta yang bertasbih mengutus hati ini
Ku sandarkan hidup dan matiku pada-Mu

Bisikkan doaku dalam butiran tasbih
Ku panjatkan pintaku padaMu Maha Cinta
Sudah diubun-ubun cinta mengusik rasa
Tak bisa ku paksa walau hatiku menjerit

Ketika cinta bertasbih nadiku berdenyut merdu
Kembang kempis dadaku merangkai butir cinta
Garis tangan tergambar tak bisa aku menentang
Sujud syukur pada-Mu atas segala cinta...


Keduanya sudah memasuki ruang tamu Mba Mirna lalu mengucap salam dengan
tangannya didepan dada, begitulah cara ia bersalaman tak bersentuhan langsung dengan
kami. Sambil salam ia menatap Mba Mirna dan Aku. Mba Mirna mempersilahkan duduk. Aku melihat keduanya sambil menerka mana sosok Mas Wildan, belum selesai aku 
menyimpulkan, Mba Mirna segera memperkenalkanku pada Mas Wildan

"Wildan, perkenalkan ini Aira...dan Aira ini Wildan " ,begitu Mba Mirna membuka 
percakapan malam itu. 

Benar terkaanku Mas Wildan yang menggunakan kemeja coklat. Kami saling menatap 
hanya sepersekiandetik, lalu aku kembali menunduk. 
Segala tasbih kuucap, Subhanallah...Alhamdulillah...Allahu Akbar...MasyaAllah...Aku 
gugup !

Kembali Mba Mirna mencairkan suasana malam itu, perbincangan menjadi hangat, ada 
beberapa tema sebenarnya yang kami bicarakan. Pertemuan itu ibarat melisankan tulisan 
yang ada dalam biodata. Obrolan seputar perkenalan diri dan keluarga serta tentang cita-cita dalam berkeluarga. 

Aku mengaku lebih dulu jika tak bisa memasak, pengakuan berat tapi ini adalah fakta 
yang harus kusampaikan. Ah...ternyata Mas Wildan dengan ringan menjawab

"Ngga apa-apa, nanti bisa cari tempat tinggal yang dekat warteg..." disambut tawa kami

Jam menunjukkan pukul 21.05 perbincangan malam itu ditutup Mba Mirna dengan 
menyampaikan tahapan selanjutnya

Wildan...Aira...perkenalan hari ini dicukupakan...selanjutnya istiqorohlah kalian minta petunjuk-Nya, dalam beberapa hari kedepan Mba mohon dikabari keputusan kalian,  lanjut atau tidaknya proses ini..."

Kami mengangguk memahami apa yang Mba Mirna sampaikan 

Mas Wildan yang datang bersama temannya izin pamit pulang lebih dulu. 
Dilanjut aku yang kembali nervous...ini bukan karena kepulangan Mas Wildan. 
Ini karena aku harus kembali pulang mengendarai motor Sygma hitam itu !

#OneDayOnePost#Batch5#TantanganCerbung6


Diary Aira 5 (Persiapan Pertemuan Pertama)



Selasa nanti malam, Mba Mirna mengagendakan pertemuanku dengan Mas Wildan, ah...menyebut namanya saja bergetar rasa hati ini. Seperti apa sosoknya kelak. Pertanyaan apa yang akan dilontarkannya, apakah aku cocok dengannya dan dia cocok denganku, banyak sekali lintasan fikiranku, rasanya tak percaya aku akan sampai pada tahap ini setelah bertahun penantian. Ya Rabb...semua kupasrahkan padamu, kuulang lagi doaku dalam hati
"Jika ia baik untukku maka dekatkanlah, jika ia tak baik untukku maka jauhkanlah".

Matahari telah menenggelamkan dirinya, awan senja berwarna oranye lengkap dengan gurat-gurat hitam melengkapi syahdunya hadir malam.
pertemuanku sehabis isya dirumah Mba Mirna akan jadi pertemuan bersejarah dalam hidupku.

Sejak siang hari aku sudah izin pada bapak dan ibu untuk pergi kerumah Mba Mirna, belum terpikirkan akan naik apa aku kesana. Menjelang magrib aku baru bingung dengan apa aku pergi kesana, ada motor sygma keluaran Yamaha milik ibu, tapi...sudah berapa tahun aku tak mengendarai motor, haduh...bagaimana ini...Jenis motor itu motor gigi, yang dalam penggunaannya butuh sinkronisasi antara otak, kaki serta tangan. Jika salah-salah bisa berhenti ditengah jalan atau bahkan loncat terpental...hooo...bisa gawat agendaku malam ini. Otakku terus berputar, ojek online belum ada pada zamannya.

Adzan magrib berkumandang, aku bersegera menunaikan solat dan bersiap. Ba'da solat entah datang dari mana kemudian, keberanian itu muncul, aku tak gentar rasanya mengendarai motor sygma Yamaha itu. Ada Allah pikirku...mungkin ini yang dinamakan the power of kepepet.

Mematuki diriku didepan cermin, gamis dan jilbab nuasa merah muda aku pakai saat itu, jilbab motif bunga-bunga sepertinya mewakili rasa hatiku saat itu.
"Aira, kamu naik apa kerumah Mba Mirna Nak?", ibu tanya penasaran
"Rencanaku mau naik motor sygma Ibu", jawabku meyakinkan, padahal dalam hati ada khawatir melanda
"Lho, kamu yakin?, bisa?", tanya ibu menggoyangkan kekhawatiranku
Aku coba berargumen, entah dapat dari mana keberanian itu
"InsyaAllah Bu, kan sebenarnya Aira bisa Bu, dulu kan saat Aira duduk dikelas dua SMA pernah lho Bu sampai pasar Jati yang jaraknya 10 km dari rumah" tambahku
"Oiya..ya.., ya sudah ini kamu pegang kunci motornya" Ibu menawarkan.
Hatiku abu-abu sebenarnya, antara yakin dan tidak. Karena jika diingat ingat kelas dua SMA itu sudah hampir lima tahun yang lalu !!

Aku pandangi saja kunci motor yang sudah ada ditanganku. Engkaulah sebaik-baik penolong Ya Rabb...ucapku dalam hati.

Motor sygma Yamaha itu nangkring saja diparkiran. Lampu parkiran gelap temaram hanya ada lampu 5 watt. Ia seakan tau aku sesungguhnya sedang galau antara yakin dan tak yakin bisa membawanya jalan sampai kerumah Mba Mirna. Kalau ia bisa bicara mungkin ia akan menawarkan bantuan padaku, agar aku duduk manis saja dan ia akan mengantarku sampai rumah Mba Mirna.
heeeuuh...aku menggelengkan kepalaku sambil ucap sendiri "Aira...sudah ! jangan banyak berkhayal !"

Mulai aku masukan kunci untuk membuka stang motor itu, aku mulai menyalakan motor sambil bersyukur aku masih ingat bagaimana cara menghidupkan motor ini.
Happ...aku mulai menaiki motor itu dan mulai berjalan...degup jantung juga mulai membuncah sesaat tak lama motor di starter. Ini deg-degan bukan karena mau ketemu orang, asli!, ini karena sudah lama tak mengendarai motor, tapi harus dikerjakan.
"Bismillahitawakaltu..."

#OneDayOnePost#Batch5#TantanganCerbung5

Wednesday, March 14, 2018

Diary Aira 4 (Keputusan Besarku)

02.32, jam didinding menunjukkan angka itu, waktu berjalan begitu cepat sekali. Diluar masih hujan deras, suara airnya terdengar menjatuhi genting atas kamarku, sesekali ada gemuruh dan kilatan petir. Suasana sepi, aku masih masih berdiam dudul diatas sajadahku memegang map coklat berisi biodata seseorang.

Dua lembar kertas berisi biodata itu sudah kubaca. Wildan Akhtar namanya, lelaki kelahiran Salatiga 29 tahun yang lalu. Anak pertama dari lima bersaudara. Memiliki dua adik laki-laki dan dua adik perempuan. Kedua orangtuanya masih lengkap tinggal di Salatiga. Pekerjaan kini sebagai pengajar di SMP dan tinggal dikost yang jaraknya tak jauh dari sekolah, cukup berjalan kaki setauku.

Pendidikan formalnya sampai tingkat atas dihabiskan diSalatiga. Sampai dengan melanjutkan pendidikan tinggi UIN Jakarta. Tertulis selanjutnya pendidikan nonformal yang pernah ditempuhnya, Pesantren Tahfidz Qur'an di ujung Kabupaten Bogor, Manba'ul Furqon namanya. Mataku terus fokus membaca kata demi kata dalam kertas dua lembar itu. Dituliskan hobinya travelling dan berceramah...unik pikirku. Tambahan dibawahnya, tentang kriteria seorang istri yang diinginkan dan tujuannya berumah tangga. Lembar pertama selesai aku baca, dilembar kedua ada foto si pemilik biodata itu.

Suasana malam masih hening, aku bolak balikan saja biodata itu, aku mengulang kembali bacaan lembar pertama lanjut lagi lembar kedua, begitu terus sampai aku ulang 3-4 kali. Ya Rabb tunjukkanlah, jika memang ia baik untukku, untuk keluargaku, masa depan dan agamaku maka dekatkanlah, dan sebaliknya jika ia tak baik untukku maka jauhkanlah ya Rabb..., terus saja kuulang do'a dan kutambah bilangan rokaatku dimalam itu...damai...

Tiga hari lalu sejak kuterima biodata itu, istiqoroh terus aku lakukan di tiga malam itu. Hari kedua setelah aku dapatkan biodata itu aku sampaikan pada Bapak yang saat itu sedang duduk dimeja makan. Aku duduk disebelahnya sambil menatap mata teduhnya...
Aku masih kagok bagaimana memulai pembicaraan ini
"Pak, usia Aira kini 25 tahun, berati selama itu Bapak dan Ibu sudah merawat dan menyayangi Aira, Aira tau sudah banyaak...sekali perjuangan dan pengorbanan yang Bapak Ibu berikan buat Aira, sampai kapanpun Aira tak mungkin bisa membalas kebaikan Bapak dan Ibu. Aira hanya punya do'a untuk Bapak dan Ibu..." aku berhenti sejenak, tenggorokanku tercekat terhenti kata-kata karena menahan tangis
" Iya Ndo...", Bapak hanya menanggapi singkat kata-kata yang disampaikan anak perempuannya, mungkin ia masih bingung apa yang ingin aku utarakan. Ibu yang sejak tadi didapur, datang keruang makan melihat seriusnya obrolan kami
"Ada apa si serius banget ngobrolnya?" Ibu datang sambil membawa teh hangat untuk kami. Kami bertiga akhirnya kumpul diruang makan saat itu, Arkan saja yang tak hadir karena ia sedang ada project liputan di Kepulauan Seribu.

Obrolan malam itu hangat sehangat teh yang ibu sajikan untuk kami, mengulang kembali kisah masa kecilku sambil terkadang diselingi gelak tawa kami, ah...Ibu...Bapak...tak terasa mungkin suatu hari aku akan meninggalkan kalian...

Aku mengawali pembicaraan "Pak...Bu...ada seseorang yang niat proses perkenalan dengan Aira, yang jika cocok kami akan dipertemukan. Sekarang Aira minta persetujuan Bapak dan Ibu, ini biodata orang itu..."
Bapak dan Ibu saling memandang lalu mengambil map coklat berisi biodata lelaki tersebut, tak butuh waktu lama Bapak dan Ibu menyampaikan bahwa bapak dan Ibu setuju
"Pada prinsipnya Bapak dan Ibu tidak keberatan Ndo, tergantung kamunya saja..." Ucap Bapak sambil tersenyum
"Alhamdulillah...Ya Rabb...restu sudah kudapatkan dari kedua orang tua", aku putuskan untuk melanjutkan proses ini. Selanjutnya akan aku kabari Mba Mirna, aku ambil gawaiku untuk menginfokan Mba Mirna bahwa aku akan melanjutkan proses ini


to be continue 
OneDayOnePost#Batch5#TantanganCerbung4

Monday, March 12, 2018

Diary Aira 3 (Proses mengenalnya)

Sepertiga malam, Februari 2007
Malam itu aku awali dengan dua rakaat menemui-Nya. Hening hanya terdengar suara angin berdesir diluar, gerimis menambah dinginnya malam itu. Malam itu aku minta-Nya untuk berikan petunjuk. Jika suatu hal itu baik untukku, maka dekatkan dan mudahkanlah, jika suatu hal itu tak baik maka jauhkanlah. Bayanganku langsung lekat pada map coklat yang diberikan Mba Mirna tadi sore padaku. Aku tak berani membukanya langsung. Kuputuskan untuk membukanya malam itu.


Map coklat yang sedari tadi keberadaannya membuatku gelisah sepanjang jalan. Berisi biodata seorang laki-laki yang tadi pagi Mba Mirna infokan. Mungkinkah ia seseorang yang adanya untuk dampingiku, iakah sosok imam yang aku tunggu, iakah calon dari anak-anakku kelak?, iakah...iakah...
Berjalan pelan aku menuju tas hitamku, map coklat itu ada didalamnya...
kamar 3x3 itu serasa jauh rasanya, tiap langkahku diiringi bunyi jam yang berdetak, sampai serasa aku mendengar jantungku berdegup...aku gugup...
Akhirnya aku raih map coklat itu, masih belum berani aku membukanya...kembali aku duduk diatas sajadah...sambil mengucap bismillah, aku buka map tersebut...
Kriiiingggg.......!!!!! alarm jam wekerku berteriak, ia tak tau kalau aku sudah lebih dulu terbangun
"Fuih...mengagetkan aja..."

aku menarik dua lembar kertas putih yang ada didalam map coklat itu. Biodata tersebut sudah ada ditanganku.

Malam semakin dingin, hujan bertambah deras, degup jantungku tak henti berdetak kencang. Ya Rabb aku butuh petunjuk-Mu...

---------- to be continue--------------

OneDayOnePost#Batch5#TantanganCerbung3


Saturday, March 10, 2018

Diary Aira 2 (Menjemput Hidayah)




Pagi hening, sepupuku yang kebetulan bekerja disalah satu koran harian terbitan Jakarta telfon menjelang subuh. Ia biasa begadang untuk mengejar deadline koran tersebut naik cetak. Andy namanya, dia menginfokan kalau namaku ada dalam daftar peserta ujian masuk perguruan tinggi negeri. Aku tembus di Jurusan  Kimia Universitas Negeri Jakarta, disinilah proses hijrahku dimulai... Saat di level Sekolah Menengah Atas aku sudah sering mengikuti berbagai kegiatan islam yang diadakan Forum Remaja Masjid yang ada dikomplek rumah. Ta'lim, Tafakur Alam, Bakti Sosial dan Mentoring. Mengikuti mentoring dengan salah satu pembimbingku Mba Ana namanya, walau terkadang hanya aku saja muridnya yang hadir dan belum diadakan tiap pekan, aku sangat semangat mengikuti. 

Ketertarikanku pada islam dimulai saat duduk dikelas dua SMA, salah satu tetangggaku yang aktif di Forum Remaja Islam Sunda Kelapa, mengajakku mengikuti semacam pesantren kilat selama 3 hari saja. Nah... berbekal niat dan semangat serta izin dari orang tua aku mengikuti kegiatan tersebut, saat itu aku belum berjilbab. Tapi saat mengikuti kegiatan tersebut aku mencoba berjilbab selama acara, ada desir-desair dalam hati saat jilbab itu lengkap kupakai, entah seperti ada energi yang tak derdefinisikan, semacam rasa nyaman, tentram dan damai.... Dalam acara itu banyak acara yang sangat bermanfaat buatku sebagai pendatang baru, kendatipun aku sudah memeluk Dien ini sejak lahirku, tapi aku merasa tak banyak mengetahui tentangnya. Kajian islam yang mengupas tentang keesaan Allah, tentang Muhammad, tentang Muslimah dibahas menarik diacara tersebut, disampaikan dengan enjoy dan disertai dengan games-games menarik. Acara yang pas sekali untuk remaja. 

Para mentor Kakak-kakak muslimahnya pun baik dan bersahaja, lembut pula bicaranya, membuatku terkesan akan sosok para muslimah mentor itu. Dalam acara itu ada agenda Tasmi' namanya membaca mengulang hafalan, tampil dihadapan audience seorang Mahasiswa dan anak laki-laki jika dikira-kira kelas 2 SMP. Kedua remaja itu membaca dan mengulang hafalan Al Qur'annya, kami sebagai audience menyimak bacaan keduanya. Diperkenalkan oleh pembawa acara  bahwa keduanya adalah seorang Hafidz atau penghafal Al Qur'an. Ya Allah...disaat itulah aku baru tau kalau ada orang yang memang benar hafal Al Qur'an, astagfirullah...kemana saja si kamu Aira...masa baru tau kalau ada Hafidz...Suara keduanya merdu dan bacaan mereka fasih...Indah sekali...
Mengucap saja dalam hati, jikalau suatu hari Allah rizkikan seseorang sebagai Imamku seorang Hafidz...ah...aku terlalu jauh berkhayal...lamunanku buyar saat terdengar lafadz taawudz mengakhiri bacaan kedua Hafidz tadi.

Pokoknya, pengalaman luar biasa selama 3 hari dua malam itu, lebih lagi saat mengikuti Qiyamulail atau shalat malam, bacaan Al Qur'an dari Imam sangat merdu, ia membacakan Surat Ar Rahmaan sampailah menangis tersedu-sedu, aku bahkan terbawa ikutan menangis tengah malam itu...syahdu....
Paginya aku mencari tau surat apa yang dibaca imam tadi malam, diberitahu oleh salah satu mentor itu adalah Surat Ar Rahmaan, surat ke 55 dalam Al Qur'an. Dinamakan Ar Rahmaan yang berarti Yang Maha Pemurah berasal dari kata Ar-Rahman yang terdapat pada ayat pertama dalam surat ini. Ar-Rahman adalah salah satu dari nama-nama Allah. Didalam surat tersebut terdapat ayat yang dibaca berulang-ulang 

                                                      " Fabiayyiala'irabbikuma tukadzibaan..."
                                                "Nikmat Tuhan mana lagi yang kamu dustakan"

Aku sempatkan membuka Al Quran untuk tau arti dari ayat tersebut, langsung mengingat diri pada tengah malam dikala Qiyamullail mendengar bacaan ayat itu sampai menangis tersedu, bisa karena terbawa suasana, juga bisa karena diri ini serasa dirajam kuat oleh arti ayat tersebut...Astagfirullah...


Kampus UNJ, 2005 
Proses pembelajaran sebagai mahasiswa dimulai, satu kelas terdiri dari sekitar 60 mahasiswa dan kebanyakan muslimah dengan jilbab panjangnya. Ukhuwah antar muslimah terjalin indah saling motivasi dan nasihati dalam kebaikan, keyakinanku untuk berjilbab konsisten semakin kuat, sedangkan sebelumnya, jilbab ini hanya kupakai saat akan pergi saja. Kuniatkan istiqomah untuk berjilbab, kajian rutin pekanan mulai kujalankan, berbagai buku islam kulahap sebagai cemilan dan makanan pokok ruhiyah. Aku berfikir bahwa selama hidup kita harus terus menuntut ilmu sehingga apa yang telah kita dapatkan kita transfer lagi pada orang lain sehingga kita bisa berkontribusi, ilmu yang didapatpun menjadi berkah. Pelan-pelan dikampus ini kutemukan makna dan tujuan hidup yang lebih real. Dan terpatri akan kalimat "Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat buat orang lain". 

Tak hanya kuliah, aku juga aktif dibeberapa organisasi kampus, sampai dengan tingkat tiga kujalani. Tingkat empat aku sudah fokus mengerjakan tugas akhir skripsi. Aira Nada...kamu sebentar lagi mau lulus...semanagt sekali aku mengerjakan skripsiku saat itu. Bayangan lulus dan bisa menjadi guru sudah membayang-bayang dalam fikiran.

Waktu berjalan sangat cepat, siang itu menjadi akhir tanda selesainya studiku. Sidang skripsi yang dimulai pada pukul 9 pas diawali dengan pembukaan dari pak Har selaku pimpinan sidang pagi itu, lanjutnya aku hanya duduk saja menunggu para dosen memberikanku pertanyaan. Mreke tampak membaca serius skripsiku sambil terkadang memberikan tanda centang atau melipat halaman yang mungkin bagi mereka perlu ditanyakan. Sekitar satu jam dalam ruangan, suasana diruang itu cair, seperti mengobrol-obrol ilmiah, alhamdulillah diri ini terus berzikir menyebut nama-Nya. Yudisium selanjutnya...
"Aira Nada dinyatakan lulus dengan nilai A", dosenku menyampaikan

Ya Rabb...alhamdulillah atas banyak nikmat-Mu. Akhirnya jenjang studi empat tahun aku lalui.



Sekolah SMA Karya Bakti, 2010
Aku memulai profesiku sebagai guru kimia di SMA Karya Bakti, Dijalani selama hampir satu tahun menjadi guru itu menyenangkan, setiap hari bertemu dengan para siswa dengan tingkah laku yang beragam, susananya dinamis, dan sebagai guru dituntut untuk juga mencari ilmu dan upgrade diri kita agar kita bisa transfer ilmu yang banyak kepada siswa. Ilmu yang bermanfaat juga bisa menjadi amalan yang tiada terputus.

Sabtu pagi gawaiku berbunyi ternyata, tapi aku tak sadar, sehingga menjadi panggilan tak terjawab. Ternyata Mba Mirna, murobbi atau guru mengajiku. Aku putuskan untuk menghubunginya untuk menanyakan ada perihal apa. Lama tak diangkat, aku mulai galau dan bertanya-tanya ada apa, sampai nada dering keempat berbunyi baru terdengar suara Mba Mirna 
"Assalamualaikum, Mba Mirna ini Aira...maaf tadi tak tau kalau ada telfon masuk dari Mba..., ada apa ya Mba?" tanyaku heran

Mba Mirna merespon pertanyaanku dengan semangat sekali, terdengar dari nada dan intonasi suaranya 
"Aira, biodata kamu sudah ada disalah satu ikhwan, guru SMP Baitul Maal dan ia seorang hafidz, ia sampaikan untuk proses denganmu. Kamu nanti sore kerumah Mba untuk ambil biodata ikhwan itu ya, syuqron...Wassalamualaikum!"
Tut...tut...handphone sudah dimatikan oleh Mba Mirna tanda pembicaraan selesai. Aku hanya termangu seakan tak percaya dan masih banyak tanya dalam fikiranku. Biodata mana yang dimaksud oleh Mba Mirna??. Rasa-rasaku aku tak pernah menyerahkan biodata untuk  ta'aruf pada Mba Mirna. Apa mungkin Mba Mirna salah sambung, bukan aku yang dimaksud...Eh, tapi ia jelas menyebut namaku di awal pembicaraan...Aira...
"Aku ? Biodata ? Ta'aruf ? ikhwan hafidz ?"
aaaargh...ini mimpi atau nyata?, aku menjawil pipiku sendiri untuk memastikan bahwa ini nyata....
Kisah baru akan dimulai...

"Harus selalu ada kala kita berkhusnudzon terhadap apa yang Allah berikan pada kita, karena Ia tahu bahwa itu baik bagi kita "  


==============to be continue===============

OneDayOnePost#Batch5#Tantangan Cerbung 2


Friday, March 9, 2018

Diary Aira 1 (memaknai setiap skenario-Nya)


                                                                               Aira



Namaku Aira Nada, orang biasanya memanggilku dengan kata awal namaku, Aira..., aku anak pertama dari dua bersaudara. Memiliki satu adik laki-laki, selisih umur kami 5 tahun. Aku lahir di satu sudut kota kecil Jakarta pada pertengahan Mei 1990.  Bapakku asli  Jawa Timur tepatnya Madiun, beliau lahir pada awal April tahun 1963an, usia beliau kini 50 tahunan. Dikenal biasa dengan nama Pak Mo dari nama beliau Mohtar. Bapak datang ke Jakarta sejak akhir tahun 70an, bekerja sebagai pegawai negara di bilangan Jakarta Pusat sampai dengan sekarang. Bapak termasuk orang yang ulet, serius dan kadang protektif terhadap anaknya. Mulai dari sekolah yang jaraknya tidak boleh jauh dari rumah karena alasan kemanan, telfon yang bisa 3-4 kali dalam sehari untuk menanyakan "Posisi sedang dimana dan lagi apa?". Bahkan adikku kendatipun laki-laki tidak diperbolehkan mengikuti ekskul macam taekwondo dan sejenisnya, karena menurut Bapak kasihan ketika latihan nanti akan tersakiti. Begitulah bapak...tapi itu tak lain adalah karena rasa sayang terhadap anaknya

Ibuku, bernama Isni Khadijah, dari namanya bisa diketahui ibu berasal dari Jakarta suku betawi, ibu biasa dipanggil dengan sebutan nama depannya Bu Is. Pertemuan ibu dan bapak di Jakarta pada awalnya, karena bapak adalah keponakan dari kakak ipar ibu yang juga dari Madiun. Ibu orang yang cukup tegas, mungkin itu salah satu karakter dari suku betawinya. Kegiatan beliau sehari-hari mengajar di sebuat taman Kanak-Kanak didekat rumah kami. Beliau memulai karirnya menjadi pengajar sejak sebelum aku ada, sejak awal tahun 80an. Sosoknya dalam keluarga memang benar sebagai pengajar, aku dan adikku selalu saja punya jadwal harian untuk mengulang pelajaran yang dipelajari disekolah pada saat itu dan pelajaran dihari berikutnya. Bermacam lombapun kami diikutkan mulai dari lomba menggambar, mewarnai sampai dengan membaca puisi. MasyaAllah Bapak dan ibu memang sosok yang luar biasa...

Bapak dan Ibu memutuskan menikah di akhir tahun 88, dua tahun berikutnya aku lahir dan saat usiaku belum genap dua tahun ibuku melahirkan anak laki-laki yang diberikan nama Azhar. Usianya hanya berkisar 17 jam sejak dilahirkan pada tanggal bertepatan dengan hari bersejarah, 17 Agustus. Masalah kesehatan menjadi faktor hanya bertahannya ia selama 17 jam, setelah itu ia meninggal. Pasca kejadian itu bapak sangat terpukul sampai kemudian merasa agak trauma untuk memiliki anak kembali. Jika saja Mbah Putri tak turut serta menyampaikan bahwa aku yang sudah berusia 3 tahun butuh teman dalam arti adik, mungkin akhirnya bapaknya hanya memiliki satu anak, aku saja. Setelah loby dilakukan Mbah Putri yang merupakan ibu dari bapak, maka rencana memiliki anak diniatkan kembali, hingga di tahun 95 lahirlah adikku Arkan namanya. 

Arkan sosok anak laki-laki yang sangat menyukai pelajaran sosial, padahal ploting sekolah namanya masuk dalam kandidat penghuni kelas IPA, tapi karena ia tidak tertarik dengan hal-hal science ia lebih memilih menghadap ke walikelasnya untuk pindah jurusan ke kelas IPS. Aku sebagai pencinta science kadang tak habis pikir bagaimana mungkin tidak tertarik dengan science, menurutku science itu unik dan seru. sedangkan bagianya science itu hal yang aneh, membicarakan struktur atom dan senyawa serta unsur yang kasat mata. Ia suka pelajaran yang lebih real, mempelajari hal-hal sosial kemasyarakatan. tak heran pada masa kuliahpun ia memilih mengambil kuliah jurusan Ilmu Komunikasi spesial Broadcasting. 

Kembali ke aku, dari riwayat pendidikanku, aku sudah mulai ikut sekolah ditempat ibuku mengajar sejak usiaku 3 tahun, jadi jika ditotal masa sekolahku di Taman Kanak-Kanak adalah 3 tahun. masa studiku terus berlanjut sampai dengan jenjang Universitas. Aku tau betul perjuangan ibuku dan bapakku dalam hal biaya sekolah, dengan gaji pegawai negara yang berbatas, ibu sangat pintar mengatur keuangan keluarga. Prinsip mereka sekolahlah kami sampai jenjang pendidikan tinggi untuk jadi bekal hidup kami. Ah...sekali lagi beribu banyak terimakasih atas perjuanganmu berdua...

Aku selalu tertarik pada Ilmu Pengetahuan Alam, pesan ibuku agar aku menjadi guru sehingga waktu kerjanya tak berlama-lama, kedepan agar jika punya keluarga masih bisa dan sempat untuk mengurus anak serta keluarga. Kimia menjadi jurusan yang kuambil saaat itu. Alhamdulillah temput ujian aku masuk ke Jurusan Kimia Universitas Negeri Jakarta. Empat tahun kutempuh masa belajarku disana. Awal. Dikampus inilah proses hijrahku bermula...

"Allah selalu saja punya banyak rencana terbaik yang terkadang untuk mengganggapnya baik, lebihlah dulu kita perlu lembutkan hati..."



OneDayOnePost#Batch5#Tantangan Cerbung 1

Tuesday, March 6, 2018

Makna Tertukarnya Dua Jiwa





"Wuishhh...seketika sekelebat sinar datang didepan meja makan pagi itu"
Kania gadis cilik kelas 2 SD itu kaget bukan kepalang, ia mendapati dirinya ada didalam diri ibunya, wanita usia hampir 40 tahunan. Seragam yang dikenakannya berwarna biru, seragam ibunya sebagai pegawai Bank dibilangan Jakarta Selatan. 

Disudut ruang lain, Mirna namanya, seorang wanita terkaget, punggungnya terasa berat begitu juga dengan sepatunya, berat ketika melangkah, bertambah kaget lagi saat tau berat dipunggungnya adalah karena ia sedang menggendong tas ransel dan sepatu kets yang berat serta susah saat digunakan untuk melangkah. Itu sepatu yang ia belikan untuk anaknya satu bulan lalu di Pasar Gembrong dekat rumah. 

"Ah...sabar sekali anakku menggunakan sepatu ini, ia tak protes bahkan gembira saat si aku membelikannya, gembira sekali karena saat digunakan lampu sepatu itu menyala"

Keduanya bertemu diruang makan, tak berdaya atas tertukarnya diri mereka. Mereka berdua harus menjalani perannya pada hari itu. Ayah tak sadar sama sekali tertukarnya Kania dan Mirna Ibunya. 

" Ayo Kania sudah hampir jam 7, saatnya berangkat!", pinta ayah sambil matanya menatap lekat ke Kania
"Iya Ayah...", Mirna terasa canggung menjawabnya, karena perintah dari suaminya yang masih belum tersadar juga bahwa diri istrinya ada dalam tubuh Kania. 

Sedangkan Kania yang berada dalam diri ibunya, tampak kikuk, ia tak tau perlengkapan apa saja yang digunakan untuk dibawa kekantor, Ayah Kania tampak greget melihatnya. Karena jam sudah mendekati jam tujuh sedangkan si ibu masih saja kebingungan. 

Ketiganya siap berangkat, Kania dan Ibunya sudah menunggu didepan mobil. Ketiganya lebih banyak diam didalam mobil, tak ada banyak pembicaraan. Pembicaan hanya ada diawal saat mobil belum dinyalakan. 
"Pintu sudah dikunci?" tanya Ayah kepada Ibunya Kania
"Sudah saya kunci", cukup jawaban itu saja sebagai respon atas pertanyaan sang suami 

Kania dan ibunya tak bicara sama sekali didalam mobil, keduanya sedang menerka-nerka kejadian apa yang akan mereka alami selanjutnya. Ibu Kania akan merasakan menjadi Kania, bersekolah di SD kelas 2, bermain dan jajan bersama teman-teman. 
"Duh...apa yang akan terjadi ini nanti", ucapnya dalam hati 

Kania lebih khawatir lagi, apa yang akan terjadi saat Kania menjadi sosok ibunya yang bekerja sebagai karyawan Bank. Ia tak berani membayangkan repotnya menjadi pegawai. 

Tujuan pertama adalah sekolah SD Mekar Bakti tempat Kania bersekolah. Rasa berat menggendong ransel dirasakan lagi oleh ibunya yang berada dalam tubuh Kania. 

"Aku turun ya Ayah, ya Bunda" sambil menyalami tangan Ayah dan Bundanya

'Ya Allah...sabar sekali kau Nak, membawa beratnya tas ransel ini tapi kau tak pernah mengeluh...karena sadarmu ini sedang menuntut ilmu", ucap Mirna dalam hati

Air matanya sudah mengembang dimata membayangkan wajah anaknya, Kania. Anaknya yang selama ini hampir setengah hari tak habiskan waktu bersamanya. 

"Aku berhutang banyak denganmu Nak, kamu  yang tetap memberikan senyum saat aku pulang, kelelahan usai bekerja, saat aku marah, dan saat malam aku tak tunaikan hak untuk menemanimu, karena aku lebih sibuk dengan gawaiku...astagfirullah....masih sedikit sekali sabarku"

Bank Surya Jakarta, Ibunya Kania yang didalamnya ada jiwa Kania sedang menyelesaikan tugasnya didepan komputer, semua pekerjaan yang ada menjadi sulit karena Kania belum pernah mengerjakannya, ia hanya murid SD kelas dua yang "terperangkap" dalam diri ibunya. Semua pekerjaan menjadi sulit. Belum usai pekerjaan pertama, namanya dipanggil lagi oleh atasan untuk menyelesaikan tugas baru. Pusing tujuh keliling. Seketika Kania membayangkan wajah ibunya yang tampak lelah sepulang kerja. Kali ini air mata Kania yang jatuh tak tertahan 


Sore hari, keduanya, Kania dan Mirna bertemu, 
Dipeluknya langsung Mirna yang didalamnya ada jiwa Kania. Sesenggukan sampai Mirna dibuatnya...rasa sedih karena merasa banyak sekali kewajiban sebagai ibu yang tak tertunaikan maksimal dan terharu karena Kania yang memiliki bertumpuk kesabaran. 

"Wuishhh..." seberkas sinar pendar lagi, setelahnya Jiwa Kania dan Mirna kembali kemasing-masing tubuhnya, tak lagi tertukar. Mirna sujud syukur setelahnya. Ia menyadari betapa ia selama ini tak banyak bersyukur atas apa yang Tuhan berikan kepadanya. Anak, suami, keluarga dan kesehatan rizki yang ia miliki. Ia berdoa semoga bisa menjaga amanah dari-Nya...

Kania sejak saat itu menjadi anak yang penurut sekali, berempati pada Ayah dan Ibunya yang lelah setiap hari. Ia sadar sudah tak harus menjadi bagian yang membuat Ayah dan Ibunya bertambah lelah atau sedih. Ia bersyukur atas apa yang sudah tuhan berikan kepadanya. Ayah, Ibu, keluarga dan kesehatan rizki yang ia miliki. Ia berdoa menjadi anak yang berbakti pada kedua orangtuanya. 



#OneDayOnePost#Batch5#TantanganV




Realize a real

Jika lamat lamat senja mengantarkan kata perpisahan  Disitulah sebenarnya rindu menjadi satu bersama sendu  Perihalnya tak nya...