Wednesday, March 14, 2018

Diary Aira 4 (Keputusan Besarku)

02.32, jam didinding menunjukkan angka itu, waktu berjalan begitu cepat sekali. Diluar masih hujan deras, suara airnya terdengar menjatuhi genting atas kamarku, sesekali ada gemuruh dan kilatan petir. Suasana sepi, aku masih masih berdiam dudul diatas sajadahku memegang map coklat berisi biodata seseorang.

Dua lembar kertas berisi biodata itu sudah kubaca. Wildan Akhtar namanya, lelaki kelahiran Salatiga 29 tahun yang lalu. Anak pertama dari lima bersaudara. Memiliki dua adik laki-laki dan dua adik perempuan. Kedua orangtuanya masih lengkap tinggal di Salatiga. Pekerjaan kini sebagai pengajar di SMP dan tinggal dikost yang jaraknya tak jauh dari sekolah, cukup berjalan kaki setauku.

Pendidikan formalnya sampai tingkat atas dihabiskan diSalatiga. Sampai dengan melanjutkan pendidikan tinggi UIN Jakarta. Tertulis selanjutnya pendidikan nonformal yang pernah ditempuhnya, Pesantren Tahfidz Qur'an di ujung Kabupaten Bogor, Manba'ul Furqon namanya. Mataku terus fokus membaca kata demi kata dalam kertas dua lembar itu. Dituliskan hobinya travelling dan berceramah...unik pikirku. Tambahan dibawahnya, tentang kriteria seorang istri yang diinginkan dan tujuannya berumah tangga. Lembar pertama selesai aku baca, dilembar kedua ada foto si pemilik biodata itu.

Suasana malam masih hening, aku bolak balikan saja biodata itu, aku mengulang kembali bacaan lembar pertama lanjut lagi lembar kedua, begitu terus sampai aku ulang 3-4 kali. Ya Rabb tunjukkanlah, jika memang ia baik untukku, untuk keluargaku, masa depan dan agamaku maka dekatkanlah, dan sebaliknya jika ia tak baik untukku maka jauhkanlah ya Rabb..., terus saja kuulang do'a dan kutambah bilangan rokaatku dimalam itu...damai...

Tiga hari lalu sejak kuterima biodata itu, istiqoroh terus aku lakukan di tiga malam itu. Hari kedua setelah aku dapatkan biodata itu aku sampaikan pada Bapak yang saat itu sedang duduk dimeja makan. Aku duduk disebelahnya sambil menatap mata teduhnya...
Aku masih kagok bagaimana memulai pembicaraan ini
"Pak, usia Aira kini 25 tahun, berati selama itu Bapak dan Ibu sudah merawat dan menyayangi Aira, Aira tau sudah banyaak...sekali perjuangan dan pengorbanan yang Bapak Ibu berikan buat Aira, sampai kapanpun Aira tak mungkin bisa membalas kebaikan Bapak dan Ibu. Aira hanya punya do'a untuk Bapak dan Ibu..." aku berhenti sejenak, tenggorokanku tercekat terhenti kata-kata karena menahan tangis
" Iya Ndo...", Bapak hanya menanggapi singkat kata-kata yang disampaikan anak perempuannya, mungkin ia masih bingung apa yang ingin aku utarakan. Ibu yang sejak tadi didapur, datang keruang makan melihat seriusnya obrolan kami
"Ada apa si serius banget ngobrolnya?" Ibu datang sambil membawa teh hangat untuk kami. Kami bertiga akhirnya kumpul diruang makan saat itu, Arkan saja yang tak hadir karena ia sedang ada project liputan di Kepulauan Seribu.

Obrolan malam itu hangat sehangat teh yang ibu sajikan untuk kami, mengulang kembali kisah masa kecilku sambil terkadang diselingi gelak tawa kami, ah...Ibu...Bapak...tak terasa mungkin suatu hari aku akan meninggalkan kalian...

Aku mengawali pembicaraan "Pak...Bu...ada seseorang yang niat proses perkenalan dengan Aira, yang jika cocok kami akan dipertemukan. Sekarang Aira minta persetujuan Bapak dan Ibu, ini biodata orang itu..."
Bapak dan Ibu saling memandang lalu mengambil map coklat berisi biodata lelaki tersebut, tak butuh waktu lama Bapak dan Ibu menyampaikan bahwa bapak dan Ibu setuju
"Pada prinsipnya Bapak dan Ibu tidak keberatan Ndo, tergantung kamunya saja..." Ucap Bapak sambil tersenyum
"Alhamdulillah...Ya Rabb...restu sudah kudapatkan dari kedua orang tua", aku putuskan untuk melanjutkan proses ini. Selanjutnya akan aku kabari Mba Mirna, aku ambil gawaiku untuk menginfokan Mba Mirna bahwa aku akan melanjutkan proses ini


to be continue 
OneDayOnePost#Batch5#TantanganCerbung4

3 comments:

Realize a real

Jika lamat lamat senja mengantarkan kata perpisahan  Disitulah sebenarnya rindu menjadi satu bersama sendu  Perihalnya tak nya...